Sabtu, Mei 30, 2009

Pisah Sambut Karyawan di Lingkungan PT Jamsostek (Persero) Kacab Sukabumi

(Admin - Jumat, 29 Mei 2009), Selamat dan Sukses untuk Karyawan PT.Jamsostek (Persero) Kacab Sukabumi Kepada sdr. Surya Ramdani, SE yang telah pindah (mutasi) ke Unit Kerja baru sebagai Kabid Teknologi Informasi di PT. Jamsostek (Persero) Kacab Gatot Subroto I Per 01 Mei 2009 dan Sdr. M Abdurrohman S, S Kom yang akan Pindah (mutasi) Kerja ke PT.Jamsostek (Persero) Kantor Wilayah IV Jabar - Banten sebagai Pendukung data dan Aplikasi Per 01 Juni 2009 dan semoga di unit kerja yang baru selalu berpedoman pada prinsip kerja yang cerdas, Ikhlas dan konsisten.

Acara tersebut digelar pada hari Jumat, 29 Mei 2009 di Hotel Pangrango jam 16.00 dihadiri oleh Karyawan/ti di lingkungan PT.Jamsostek (Persero) Kacab sukabumi beserta Istri, Para Pensiunan serta Ikatan Istri Karyawan Jamsostek (IIKJ). Sekaligus acara tersebut dibuka oleh Kepala Kantor PT.Jamsostek (Persero) Kacab Sukabumi Bapak.Marsely Tambayong, SH.,MH dalam suasana haru dan bahagia. Dalam kata sambutan Bapak Kepala Cabang, Marsely berkata bahwa "dimanapun kita ditempatkan di unit kerja yang baru dengan suasana yang berbeda, kita harus siap! dan selalu menerapkan dan menunjukan kinerja yang lebih baik dari sebelumnya" dan beliau menambahkan bahwa peran kinerja karyawan yang dimaksud sudah baik sehingga membawa PT.Jamsostek (Persero) Kacab Sukabumi meraih Kinerja Terbaik Se-Kantor Wilayah IV (Jabar dan Banten) serta Terbaik di Tingkat Nasional dan harus tetap dipertahan predikat tersebut.

Akhir Kata, Kami Segenap Staff dan Karyawan serta Keluarga Besar PT.Jamsostek (Persero) Kacab Sukabumi mengucapkan "Selamat Jalan dan Sukses" Kepada karyawan yang meninggalkan Kacab Sukabumi serta "Selamat Datang dan Sukses" Kepada Karyawan/Pejabat baru yang datang ke Kacab Sukabumi. Semoga Proses yang telah kita lalui bersama menjadi pengalaman yang berharga untuk kita semua dan selalu di ridhoi oleh Allah,SWT, Amien...

Penerapan GCG di PT Jamsostek

(Suara Karya, Kamis 28 Mei 2009 ) Bila Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mulai diimplementasikan secara bertahap, maka daya mobilisasi dana publik yang dapat diraih akan sangat besar.
Saat ini 4 badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS), yakni PT Jamsostek, PT Taspen, PT Askes Indonesia, dan PT Asabri, telah berhasil menghimpun dana masyarakat dalam bentuk premi asuransi dan iuran jaminan/tabungan hari tua yang jumlahnya mencapai dari lebih dari Rp 119,99 triliun dalam bentuk total kekayaan maupun dana investasi.
Secara umum, jumlah tersebut masih relatif kecil dibanding dengan kekayaan seluruh perbankan (sekitar Rp 1.500 triliun). Namun bila pengelolaan dana dari masyarakat tersebut tidak dilaksanakan secara amanah serta mengacu pada aspek tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG), maka bisa menimbulkan penyalahgunaan, bahkan penyimpangan yang merugikan masyarakat.
Pada dasarnya GCG pada BPJS mencakup 5 hal, yaitu sutruktur perusahaan, pengelolaan dana peserta, kepatuhan pada regulasi, implementasi manajemen risiko serta tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) secara menyeluruh.
Di PT Jamsostek (Persero), penerapan GCG dimulai sejak tahun 2004. Prinsip GCG yang mengusung asas keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, adil, dan independent diterapkan untuk menunjang pencapaian visi dan misi perusahaan serta mendukung upaya pengembangan ke depan.
Pada 2004, dilakukan pemetaan di PT Jamsostek dalam rangka pembangunan dan pengembangan serta implementasi GCG. Selanjutnya pada 2005, sudah diselesaikan tindak lanjut dari 90 rekomendasi hasil pemetaan GCG. Terdapat 1 rekomendasi dalam pelaksanaan GCG di Jamsostek serta 30 rekomendasi untuk jangka menengah dan 59 rekomendasi untuk jangka pendek.
Pada tahun 2006, dilaksanakan penilaian atas penerapan prinsip-prinsip GCG oleh konsultan independen dengan skor pencapaian setara 80 persen. Pada 2007, dilakukan penyempurnaan dan legalisasi atas infrastruktur GCG. Selama periode ini, diterbitkan surat keputusan Direksi Nomor 227-231 Tahun 2007 yang mencakup pedoman pelaksanaan GCG menyangkut berbagai aspek.
Selanjutnya dilakukan sosialisasi dan penandatanganan pakta integritas yang dilakukan bersamaan dengan sosialisasi kebijakan direksi Jamsostek ke seluruh unit kerja, baik di kantor pusat maupun kantor wilayah. Penandatanganan pakta integritas diawali oleh seluruh jajaran direksi PT Jamsostek dan seterusnya oleh kepala unit kerja beserta staf, rekanan perusahaan.
Pelaksanaan assessment GCG di PT Jamsostek pada 2007 yang oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menghasilkan kesimpulan Jamsostek sebesar 85,96 persen atau memperoleh predikat "Baik". Ini sesuai dengan laporan Nomor 997 Tahun 2008.
Seterusnya dibentuk Direktorat Kepatuhan dan Manajemen Risiko di PT Jamsostek yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi tambahan dalam pengelolaan risiko. Selain itu juga terdapat penilaian melalui indikator performa kunci (key performance indicators/ KPI) yang berbasis (balance scoreboard/ BSC) dengan penetapan peringkat terbaik pada tahun 2007.
Assessment GCG di jamsostek pada 2008 memperoleh predikat baik dengan nilai 86,15 persen, pelaksanaan GCG di Jamsostek terus disempurnakan dengan pembentukan Komite Integritas yang diketuai Direktur Utama PT Jamsostek. Selain itu juga penyusunan pedoman pengenalan dan pengembangan untuk direksi dan komisaris serta penilaian KPI berbasis BSC untuk direksi dan komisaris.
Hasil yang dicapai dari penerapan GCG di jamsostek, yakni meraih peringkat pertama pada ajang Annual Report Award (ARA) 2006 dan 2007 untuk kategori BUMN Keuangan Non-Listed. Penghargaan ini berdasarkan transparansi perusahaan.
Selain itu, sebanyak 4 direktorat dan 22 kantor cabang sudah menerima sertifikasi Sistem Manajemen Mutu ISO:9001:2000 serta penurunan temuan yang tidak jelas dari auditor independen di bidang keuangan. Dan yang paling signifikan adalah capaian peningkatan perolehan laba yang pada 2008 sebesar Rp 1,1 triliun atau meningkat dibanding 2007 yang hanya mencapai Rp 998,4 miliar.
Aktualisasi GCG Lainnya - Kampanye Pakta Integritas - Wadah laporan pelanggaran oleh insan Jamsostek - Informasi kinerja perusahaan dalam www.jamsostek.co.id - Membuat brosur, panel, dan jumpa pers untuk sosialisasi - Mengikuti Annual Report Award dan GCG Award tiap Tahun - Membangunan sistem pelaporan pelanggaran Whistle Blowing System (WBS) - Membangunan e-learning GCG - Evaluasi kebijakan direksi.

Jumat, Mei 22, 2009

63 Perusahaan Langgar UU Jamsostek

Sebanyak 63 perusahaan dinilai melanggar UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan berkasnya sudah dilimpahkan ke pengadilan untuk selanjutnya disidangkan.

Pelanggaran tersebut, kata Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek Ahmad Ansyori, dikarenakan perusahaan itu belum terdaftar sebagai peserta jaminan sosial tenaga kerja. "Perusahaan yang berkasnya sudah di pengadilan adalah perusahaan swasta dan juga BUMN (badan usaha milik negara)," katanya akhir pekan lalu tanpa mau menyebut nama perusahaan swasta dan BUMN yang akan disidangkan.

Ke 63 perusahaan itu berada di sejumlah provinsi seperti di Sumatra Utara, Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Batam, dan Yogyakarta. Ahmad menjelaskan secara keseluruhan perusahaan yang dinilai melanggar UU No. 3/1992 ada sebanyak 91 perusahaan, tapi 28 lainnya masih menunggu proses BAP (berita acara pemeriksaan) dari pengawas dan Kejaksaan.

Selain melanggar UU tentang Jamsostek dalam hal kepesertaan, perusahaan-perusahaan yang kasusnya dalam proses BAP itu ada yang dinilai tidak melaporkan upah sesuai dengan kenyataan atau melaporkan sebagian upah pekerja dan hanya mendaftarkan sebagian pekerjanya.

"Tahun ini kami bersama Depnakertrans benar-benar menggalakkan upaya penegakan hukum bekerja sama dengan pihak Kejaksaan," ujarnya. Pihak kejaksaan terlibat dalam penindakan setelah adanya nota kesepahaman antara Depnakertrans dan Kejaksaan Tinggi dan diharapkan adanya nota kesepahaman dengan Kejaksaan Agung.

Senin, Mei 11, 2009

Jamsostek Salah Satu yang Terbaik di Dunia

(Suara Karya, 5 Mei 2009) - PT Jamsostek (Persero) menjadi salah satu badan penyelenggara jaminan sosial terbaik di dunia. Indikasinya, kinerja keuangan PT Jamsostek dalam beberapa tahun terakhir yang tergolong sangat baik, khususnya di tengah kondisi krisis keuangan global yang hingga saat ini masih melanda.
Direktur Utama PT Jamsostek Hotbonar Sinaga mengatakan, berdasarkan hasil pertemuan International Social Security Association (ISSA), sebanyak 60 persen dari 344 anggota badan penyelenggara jaminan sosial di 147 negara mengalami kerugian akibat dampak krisis keuangan global. Namun PT Jamsostek sendiri berhasil membukukan keuntungan (laba) bersih hingga Rp 1,1 triliun pada 2008 atau meningkat dibanding 2007 yang mencapai 988,4 miliar.
"PT Jamsostek menjadi salah satu badan penyelenggara jaminan sosial terbaik di dunia, karena meski dalam kondisi krisis, (mereka) masih membukukan laba di atas Rp 1 triliun. Tahun 2008 lalu, banyak badan penyelenggara jaminan sosial di dunia yang mengalami kerugian akibat dampak krisis keuangan global,' kata Hotbonar di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, capaian laba bersih sebesar Rp 1,1 triliun pada 2008 berada di atas target. Sebelumnya Jamsostek diperkirakan mengalami kerugian akibat dampak krisis keuangan global, karena penempatan investasi portofolio di bursa saham yang jumlahnya cukup signifikan. Apalagi akibat dampak krisis keuangan global, indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok, terutama turunnya nilai saham perusahaan/BUMN unggulan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Pada 2008, PT Jamsostek menargetkan perolehan laba hingga di atas Rp 1 triliun. Namun karena guncangan krisis keuangan global, manajemen sempat khawatir target tidak akan tercapai. Tapi yang jelas, hasil audit mengungkapkan bahwa laba bersih 2008 mendekati Rp 1,1 triliun. Ini tergolong di luar dugaan," ujar Hotbonar.
Di sisi lain, Hotbonar mengatakan, jumlah tenaga kerja baru yang menjadi peserta Jamsostek pada 2008 meningkat, bahkan melampaui target. Jamsostek sendiri menargetkan 2,39 juta peserta baru, namun realisasinya mencapai 2,53 juta pekerja. Sementara dari target kepesertaan perusahaan sebesar 13.381 perusahaan, tercapai hingga 15.528 perusahaan.
"Jamsostek melindungi seluruh pekerja tanpa melihat statusnya apakah di pekerja formal, informal, organik, kontrak atau outsourcing. Semua pekerja berhak dan harus dilindungi oleh jaminan sosial dan ini sudah diatur dalam undang-undang. Jadi, tak ada diskriminasi dan Jamsostek siap melayani pekerja dari berbagai sektor," tuturnya. Total pekerja peserta yang aktif menjadi peserta Jamsostek mencapai 8,2 juta orang. Namun diperkirakan masih sekitar puluhan juta pekerja di sektor formal yang belum jadi peserta Jamsostek.
"Meski peserta baru meningkat, setiap tahunnya banyak juga pekerja yang berhenti menjadi peserta Jamsostek dengan berbagai alasan," ucap Hotbonar.

Selasa, Mei 05, 2009

Reposisi Gerakan Buruh

(Kompas, Senin 4 Mei 2009) Untuk merespons perubahan sistem ekonomi-politik terkini, serikat buruh perlu menata ulang berbagai aspek gerakan.
Reposisi diperlukan guna memperkuat relevansi gerakan buruh. Ada tiga alasan mengapa serikat buruh (SB) perlu mereposisi.
Pertama, perubahan politik dan demokratisasi. Setelah Indonesia meratifikasi Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat Tahun 1998, buruh bebas membentuk SB, bahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 mengizinkan hanya dengan 10 orang, SB bisa didirikan. Itu sebabnya kini ada 87 SB tingkat nasional dan ratusan di tingkat daerah. Pengalaman internasional gerakan buruh mencatat banyaknya SB cenderung mendorong fragmentasi, konflik horizontal, dan melemahkan perjuangan buruh.
Kedua, terkait dengan perubahan sistem fleksibilitas kerja baru. Liberalisasi outsourcing dan buruh kontrak sejak Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyulitkan pola pengorganisasian SB. Praktik outsourcing dan kerja kontrak membuat buruh menjadi moving target, selalu bergerak dari majikan yang satu ke majikan lain, dengan kondisi kerja berlainan. Situasi ini tak bisa diikuti SB dengan struktur model lama (old fashioned strucuture) yang biasanya mengikuti hierarki birokrasi pemerintah (pusat, provinsi, dan kabupaten). Model seperti ini tak cukup fleksibel dalam merespons perubahan pasar kerja.
Ketiga, kian terintegrasinya pasar global dan kuatnya peran korporasi multinasional (MNC's) membuat gerakan buruh domestik harus memiliki jaringan kerja kuat dengan gerakan buruh internasional. Jejaring dengan gerakan buruh internasional menjadi keniscayaan. Aktivis SB diharuskan memahami peta ekonomi global, perjanjian internasional, seperti dalam Global Compact, panduan OECD atas MNC's, kesepakatan internasional antara federasi SB internasional dan MNC?s (IFA), konvensi ILO, kebijakan Uni Eropa atas investasi, dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Pasar kerja telah berubah, gerakan buruh harus lebih canggih daripada masa lalu. Gerakan buruh yang hanya mengandalkan militansi dan mobilisasi massa tidak lagi efektif. Dibutuhkan gerakan buruh yang memiliki kapasitas bernegosiasi, lobi, riset, penguasaan bahasa asing, dan menawarkan alternatif kebijakan.
Reposisi yang diperlukan
Aneka perubahan ini menuntut beberapa penyesuaian. Pertama, penyesuaian di tingkat organisasi. Struktur SB harus mengikuti kecenderungan fleksibilitas pasar kerja. Kantor SB di kawasan buruh, jam kerja disesuaikan shift kerja buruh. Struktur SB nasional harus lebih sederhana sehingga tidak membebani keuangan saat berkongres atau pertemuan nasional. Organisasi buruh perlu lebih fleksibel dan mampu secara finansial.
Kedua, penyesuaian terkait kejelasan ideologi aktivis SB. Banyak aktivis SB yang tidak jernih memosisikan dirinya sebagai pejuang buruh. Ada aktivis SB yang sering pindah dari satu SB ke SB lain sehingga memperluas fragmentasi, menjadi pengurus di partai yang tidak punya program perburuhan, pemilik usaha outsourcing, menjadi kuasa hukum buruh, tetapi mengorbankan buruh. Sementara yel-yel yang diteriakkan melakukan revolusi buruh dan perjuangan kelas.
Struktur masyarakat Indonesia berbeda dengan Eropa. Di sini tidak ada kapitalis borjuasi murni dan proletar murni. Tidak ada kelas buruh sejati karena mayoritas buruh Indonesia bekerja di sektor agrikultur, UKM, serta informal, dan majikan tidak pas dikategorikan kelas borjuasi murni sesuai dengan kategori Marx. Mengorganisasi buruh dengan tujuan akhir menumbangkan kelas kapitalis jelas salah kaprah atau ahistoris. Sejak beberapa tahun lalu, baik di ILO maupun wadah serikat buruh dunia (ITUC) mengembangkan social dialogue sebagai kunci penyelesaian perselisihan perburuhan. Perubahan yang perlu dilakukan adalah membuat sistem lebih adil. Perundingan adalah lebih produktif ketimbang konfrontasi di jalanan. Mogok dan demo tetap perlu sebagai pamungkas, tetapi tidak bisa sebagai indikator mengukur kehebatan SB. Indikator utama terpulang pada apa hasil akhir positif yang diterima buruh.
Kapasitas aktivis
Penyesuaian ketiga terkait kapasitas aktivis. Selama ini banyak aktivis buruh bergelut dalam tataran menuntut hal-hal yang normatif, misalnya yang terkait kenaikan upah, THR, dan pesangon. Aktivis belum begitu paham usulan yang bersifat makro, seperti konsep pengupahan yang lebih adil, sistem jaminan sosial, konsep peningkatan produktivitas, dan penanggulangan pengangguran.
Para aktivis buruh cenderung lebih mengedepankan sikap reaktif daripada solutif dalam merespons kebijakan baru. Gerakan buruh dan aktivis perlu lebih mengelaborasi usulan-usulan alternatif yang masuk akal sehingga memperluas dukungan dari masyarakat. Dengan demikian, gerakan buruh akan relevan bagi buruh dan masyarakat.
Rekson Silaban (Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia)

Banyak Perusahaan Mengabaikan Jamsostek

(Kompas, Kamis 30 April 2009 ) Peringatan Hari Buruh tanggal 1 Mei 2009, antara lain, akan diisi dengan aksi buruh. Salah satu isu yang akan diangkat adalah masih tingginya ketimpangan jaminan sosial tenaga kerja.
Demikian dikemukakan Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Thamrin Mosi di Jakarta, Rabu (29/4). Menurut rencana, peringatan Hari Buruh akan diwarnai aksi puluhan ribu pekerja dari beragam serikat pekerja di Indonesia.
Thamrin mengatakan, penyediaan Jamsostek hingga saat ini masih jauh dari harapan. Dari 30 juta pekerja di sektor formal di Indonesia, yang terdaftar mengikuti Jamsostek baru 9 juta orang.
Kondisi itu menunjukkan masih banyak perusahaan yang mengabaikan kewajibannya mengikutsertakan karyawan di Jamsostek sesuai amanat undang-undang.
"Diperlukan sosialisasi dan tindakan tegas oleh pemerintah untuk menindak perusahaan yang mengabaikan Jamsostek," ujarnya.
Pembentukan forum tripartit nasional yang mencakup pemerintah, pengusaha, dan pekerja diharapkan menjadi momentum awal untuk merumuskan dan membangkitkan kembali perlindungan terhadap Jamsostek.
Usul hari libur
Sementara itu, sejumlah aktivis buruh mengusulkan peringatan Hari Buruh tanggal 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Berkaitan dengan usulan itu, ujar Thamrin, forum tripartit akan melakukan kajian mikro dan makro, mencakup penggunaan jam kerja, produktivitas, jumlah pekerja, jumlah penduduk, dan pertumbuhan ekonomi domestik (GDP).
"Dalam kondisi krisis ekonomi global, gagasan (hari libur) itu perlu diendapkan dulu," kata Thamrin.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno mengimbau agar peringatan Hari Buruh bisa dilakukan dengan damai dan kegiatan bakti sosial.
"Aksi memperingati Hari Buruh agar jangan anarkis. Aspirasi perlu disampaikan dengan cara yang baik dan mengede- pankan nilai-nilai sosial kemasyarakatan," kata Erman. Dia mengatakan bahwa melalui forum tripartit nasional, antara lain, akan dibahas upaya mencegah pemutusan hubungan kerja.