Selasa, Oktober 20, 2009

Menuju Layanan Zerro Complaint

Sukabumi - Ikatan Kerjasama Jamsostek dan manajemen RS Bhakti Medicare Sukabumi, per 1 Juli 2009 resmi dimulai. Hak kesehatan pekerja, baik di Kabupaten dan Kota Sukabumi, Cianjur maupun Bogor, tak lagi menguap, karena diwadahi secara simultan dan bertanggungjawab.
“Intinya, pekerja jangan sampai terbebani, hak mereka di bidang kesehatan harus dipenuhi sesuai haknya,” ungkap Marsely Tambayong, SH, MH, kepala Kantor Cabang PT Jamsostek Sukabumi kepada Jurnal Bogor, seusai bersilaturahmi dengan Supriadi Setiawan, pimpinan RS Bhakti Medicare Sukabumi, Senin (29/6).
Kunjungan Supriadi ke kantor Jamsostek Sukabumi itu didampingi Andita Puspasari, kepada pemasaran RS Bhakti Medicare, sedangkan Marsely didampingi Kabid Pelayanan Jaminan, Syaiful Ramadhan dan stafnya, Herman.
Dengan kerjasama itu, maka sedikitnya 41.000 orang tertanggung (25.000 di antaranya tercatat aktif) dari 121 perusahaan yang terdiri atas pekerja, suami/istri dan tiga anak yang kini memegang sendiri-sendiri kartu kepesertaan Jamsostek, memperoleh akses baru untuk rawat jalan dan rawat inap di rumahsakit swasta terlengkap yang berlokasi di Cicurug, Kabupaten Sukabumi tersebut.
Target Jamsostek Sukabumi hingga akhir 2009 bisa meraih 49.000 tenaga kerja dari sekitar 68 perusahaan. Karenanya, pihak Jamsostek amat berharap, mitrabisnisnya mampu memberikan dukungan untuk kepesertaan pekerja perusahaan pada program Jamsostek. “Kami juga terus-menerus mempromosikan bahwa Jamsostek telah bekerja sama dengan RS Bhakti Medicare yang punya fasilitas lengkap, didukung dengan dokter dan perawat mumpuni serta tarifnya terjangkau,” jelas Marsely.
Guna menancapkan kerjasama sinergis Jamsostek dengan RS Bhakti Medicare itu, lanjut Marsely, kedua belah pihak akan mengevaluasi implementasi kerjasama tersebut dengan memperhatikan keluhan dan masukan pekerja yang memanfaatkan akses kesehatan itu. “Ini kami lakukan dalam kurun tiga bulan pertama untuk melihat apakah ada komplain atau keluhan dan masukan pekerja. Bila perlu, bisa mencapai zerro complaint,” ungkapnya.
Secara pricing maupun layanan, menurut dia, Jamsostek lebih unggul ketimbang asuransi lain. Di samping itu, pekerja tak perlu takut kemahalan dalam menggunakan obat dan kamar rawat, serta tarif dokter, mengingat hal itu sudah menjadi perhatian Jamsostek dan RS Bhakti Medicare.
“Bahkan, untuk titipan Bogor dan Jakarta juga, kami bisa terima pekerja itu agar dirawat di Bhakti Medicare,” ujarnya.

Mochamad Ircham
mircham@jurnas.com

Rabu, Juni 24, 2009

Jamsostek Intensifkan Sosialisasi

(Suara Karya, Rabu 24 Juni 2009) - PT Jamsostek (Persero) akan terus mengintensifkan sosialisasi kepada perusahaan dan pekerja terkait manfaat kepesertaan dalam program jaminan sosial.
Apalagi berdasarkan Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial bagi Tenaga Kerja, seluruh pekerja berhak mendapatkan perlindungan jaminan sosial dna harus dipenuhi oleh pengusaha. Dalam hal ini, pemerintah menunjuk PT Jamsostek sebagai penyelenggara yang melaksanakan jaminan kecelakaan kerja (JKK), jaminan kematian (JK), jaminan hari tua (JHT), dan jaminan pemeliharaan kesehatan (JPK). "Hingga saat ini banyak pekerja formal belum menjadi peserta Jamsostek. Padahal, sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 3 Tahun 1992, semua pekerja wajib menjadi peserta jamsostek untuk perlindungan dari segala risiko akibat pekerjaan,"kata Direktur Operasi dan Pelayanan Jamsostek Ahamad Ansyori di Jakarta, Selasa (23/6).
Sosialisasi yang dilakukan PT Jamsostek, menurut dia, untuk mendorong kesadaran individu pekerja dan perusahaan tentang pentingnya kepesertaan dalam program jaminan sosial.
Meski demikian, upaya sosialisasi yang dilakukan tidak akan mudah karena masalah kepesertaan Jamsostek masih dipandang dari perspektif biaya. Oleh karena itu, sosialisasi akan lebih efektif jika PT Jamsostek dapat menggandeng aparat penegak hukum seperti Kejaksaan Agung dan Kepolisian RI.
"Biasanya orang kita itu mau menjalankan peraturan jika ada tekanan. Kalau menunggu kesadaran, banyak pekerja yang tidak akan menjadi peserta Jamsostek. Sebab, para pengusaha banyak yang tidak memiliki kesadaran bahwa Jamsostek merupakan hak normatif pekerja yang harus dipenuhi agar terlindungi dari risiko akibat pekerjaan," tuturnya.
Ansyori lantas mencotohkan, kasus puluhan buruh yang menjadi korban dalam musibah kecelakaan kerja di pertambangan batu bara di Ngalau Cigak, Kota Sawahlunto, Sumatera Barat. Ternyata para pekerja tambang tersebut belum dilindungi program jaminan sosial yang diselenggarakan PT Jamsotek. Padahal, jauh sebelum musibah itu terjadi, berbagai upaya sosialisasi dan pendekatan sudah dilakukan PT Jamsostek melalui kantor cabang terdekat.
Dalam hal ini, perusahaan pengelola dan pemilik kuasa pertambangan diminta untuk mengikutsertakan pekerjanya dalam program Jamsostek. Apalagi pekerjaan di pertambangan memiliki risiko tinggi terhadap kecelakaan kerja. Seperti diketahui, kuasa pertambangan batu bara dikelola oleh PT Dasrat Sarana Arang Sejati, namun disubkontrak ke CV Perdana. Hingga kini baik PT Dasrat Sarana Arang Sejati maupun CV Perdana belum terdaftar sebagai peserta Jamsostek.
Padahal, dari 13 perusahaan pemilik kuasa pertambangan di daerah ini, kedua perusahaan termasuk dalam daftar perusahaan wajib yang belum daftar (PWBD). Namun, ajakan PT Jamsostek belum direspons secara positif oleh masing-masing perusahaan. Pekerja yang tewas dalam musibah itu dilaporkan sebanyak 31 orang.
Sedangkan korban yang mengalami luka-luka dan menjalani perawatan di rumah sakit sebanyak 14 orang. "Semoga musibah Sa-wahlunto bisa lebih menggugah kesadaran ko-lektif perusahaan untuk memberi perlindungan jaminan sosial bagi pekerja dan keluarganya," ujar Ansyori.
Lebih jauh Ansyori mengatakan, bentuk sosialisasi akan dilakukan melalui berbagai cara dan media, baik dengan kunjungan, pendekatan langsung kepada perusahaan, maupun dialog dengan pekerja serta lainnya.
Dalam hal ini, program-program Jamsostek memberikan perlindungan yang bersifat mendasar, seperti JKK, JK, JHT, dan JPK. "Namun, memang belum ada kesadaran yang tinggi dari pekerja dan pengusaha untuk mengikuti program Jamsostek. Perlindungan yang bersifat mendasar di negara-negara maju sudah datang dari kesadaran di kalangan masyarakat, termasuk pekerja dan pengusaha. Kita sendiri sudah punya seperangkat peraturan dan perundang-undangan. Jadi, hanya tinggal menjelaskan kepada semua pihak bah-wa perlindungan atas risiko kerja ini wajib hukumnya," ucap Ansyori.
Pada kesempatan yang sama dia menuturkan, dalam dua tahun terakhir tidak wajib menyetorkan dividen kepada pemerintah, sehingga hasil pengelolaan dana seluruhnya dikembalikan untuk mening-katkan manfaat kepesertaan. Selain itu, Jamsostek juga mengalokasikan ang-garan untuk program tanggung jawab so-sial perusahaan kepada masyarakat dan keluarga pekerja peserta

80 Persen Pekerja Informal Tidak Punya Jamsostek

(Antara Online, Rabu 17 Juni 2009) - Hasil survei yang dilakukan peneliti dari Organisasi Buruh Internasional (ILO), menyebutkan sekitar 80 persen pekerja informal Indonesia tidak punya jaminan sosial (jamsos) apapun. "Survei ini menjumpai bahwa sekitar 80 persen dari 2.068 pekerja informal tidak punya jamsos formal dan tidak ada jamsos informal yang terpisah dari keluarga," kata dua peneliti ILO, Theo van der Loop dan Ross Kities Andadari, di Jakarta, Rabu malam.
Jumlah tenaga kerja informal di Indonesia tercatat sekitar 60 juta orang dari total tenaga kerja produktif mencapai sekitar 92 juta jiwa, sedangkan tenaga kerja formal berkisar 30 juta orang. Hal yang signifikan, menurut peneliti ILO bahwa 90 persen dari sampel 2.068 pekerja informal itu menjawab keluarga sewaktu ditanya siapa akan menjaga mereka jika terjadi sesuatu kepada mereka
"Hanya sedikit jawaban lain yang disebutkan para tenaga kerja informal itu seperti musyawarah desa, dan bantuan pengusaha jika terjadi sesuatu dengan mereka," sebut dua peneliti itu.
Peneliti itu menyebutkan walaupun kurang memiliki asuransi yang aktual, namun bukan berarti tidak menunjukkan ketidaktahuan mereka terhadap asuransi, karena hampir 60 persen pekerja informal sudah mengetahui program Jaminan sosial asuransi tenaga kerja (Jamsostek).
Sementara 81 persen responden menyatakan bahwa mereka saat ini tidak punya asuransi formal. Namun setengah dari keseluruhan responden menyatakan bahwa mereka tidak ingin punya asuransi formal di masa mendatang.
"Sebagian besar tenaga kerja informal itu beralasan karena tidak punya pengetahuan tentang asuransi, tidak mampu membayar, terlalu sibuk atau tidak tertarik/tidak butuh asuransi," kata peneliti.
Theo van der Loop dan Roos Kities, menyebutkan jaminan sosial sudah diberi dukungan besar di Indonesia pada tahun 2004 melalui pengesahan UU SJN Nomor 40-2004.
Namun pelaksanaannya saat itu mengalami beberapa kali penundaan, dan baru awal 2009 dibentuknya Dewan SJSN. UU tersebut diharapkan menjadi bagian yang terpadu dari Peraturan Menteri Nomor 24 tahun 2006 tentang pekerja informal sebagai tindak lanjut atas UU Nomor 3/1992 tentang Jamsostek, yang sebagian besar terkait dengan sektor perekonomian formal.
"Cakupannya kini sudah mencapai angka 47 persen dari pekerja di sektor formal (Jamsostek, Taspen, Askes dan Asabri) dan sekitar 105 ribu orang pekerja informal atau 0,2 persen," jelas Theo van der Loop dan Ross Kities Andadari.(*)

Sabtu, Mei 30, 2009

Pisah Sambut Karyawan di Lingkungan PT Jamsostek (Persero) Kacab Sukabumi

(Admin - Jumat, 29 Mei 2009), Selamat dan Sukses untuk Karyawan PT.Jamsostek (Persero) Kacab Sukabumi Kepada sdr. Surya Ramdani, SE yang telah pindah (mutasi) ke Unit Kerja baru sebagai Kabid Teknologi Informasi di PT. Jamsostek (Persero) Kacab Gatot Subroto I Per 01 Mei 2009 dan Sdr. M Abdurrohman S, S Kom yang akan Pindah (mutasi) Kerja ke PT.Jamsostek (Persero) Kantor Wilayah IV Jabar - Banten sebagai Pendukung data dan Aplikasi Per 01 Juni 2009 dan semoga di unit kerja yang baru selalu berpedoman pada prinsip kerja yang cerdas, Ikhlas dan konsisten.

Acara tersebut digelar pada hari Jumat, 29 Mei 2009 di Hotel Pangrango jam 16.00 dihadiri oleh Karyawan/ti di lingkungan PT.Jamsostek (Persero) Kacab sukabumi beserta Istri, Para Pensiunan serta Ikatan Istri Karyawan Jamsostek (IIKJ). Sekaligus acara tersebut dibuka oleh Kepala Kantor PT.Jamsostek (Persero) Kacab Sukabumi Bapak.Marsely Tambayong, SH.,MH dalam suasana haru dan bahagia. Dalam kata sambutan Bapak Kepala Cabang, Marsely berkata bahwa "dimanapun kita ditempatkan di unit kerja yang baru dengan suasana yang berbeda, kita harus siap! dan selalu menerapkan dan menunjukan kinerja yang lebih baik dari sebelumnya" dan beliau menambahkan bahwa peran kinerja karyawan yang dimaksud sudah baik sehingga membawa PT.Jamsostek (Persero) Kacab Sukabumi meraih Kinerja Terbaik Se-Kantor Wilayah IV (Jabar dan Banten) serta Terbaik di Tingkat Nasional dan harus tetap dipertahan predikat tersebut.

Akhir Kata, Kami Segenap Staff dan Karyawan serta Keluarga Besar PT.Jamsostek (Persero) Kacab Sukabumi mengucapkan "Selamat Jalan dan Sukses" Kepada karyawan yang meninggalkan Kacab Sukabumi serta "Selamat Datang dan Sukses" Kepada Karyawan/Pejabat baru yang datang ke Kacab Sukabumi. Semoga Proses yang telah kita lalui bersama menjadi pengalaman yang berharga untuk kita semua dan selalu di ridhoi oleh Allah,SWT, Amien...

Penerapan GCG di PT Jamsostek

(Suara Karya, Kamis 28 Mei 2009 ) Bila Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) mulai diimplementasikan secara bertahap, maka daya mobilisasi dana publik yang dapat diraih akan sangat besar.
Saat ini 4 badan penyelenggara jaminan sosial (BPJS), yakni PT Jamsostek, PT Taspen, PT Askes Indonesia, dan PT Asabri, telah berhasil menghimpun dana masyarakat dalam bentuk premi asuransi dan iuran jaminan/tabungan hari tua yang jumlahnya mencapai dari lebih dari Rp 119,99 triliun dalam bentuk total kekayaan maupun dana investasi.
Secara umum, jumlah tersebut masih relatif kecil dibanding dengan kekayaan seluruh perbankan (sekitar Rp 1.500 triliun). Namun bila pengelolaan dana dari masyarakat tersebut tidak dilaksanakan secara amanah serta mengacu pada aspek tata kelola perusahaan yang baik (good corporate governance/GCG), maka bisa menimbulkan penyalahgunaan, bahkan penyimpangan yang merugikan masyarakat.
Pada dasarnya GCG pada BPJS mencakup 5 hal, yaitu sutruktur perusahaan, pengelolaan dana peserta, kepatuhan pada regulasi, implementasi manajemen risiko serta tanggung jawab sosial perusahaan (corporate social responsibility/CSR) secara menyeluruh.
Di PT Jamsostek (Persero), penerapan GCG dimulai sejak tahun 2004. Prinsip GCG yang mengusung asas keterbukaan, akuntabilitas, tanggung jawab, adil, dan independent diterapkan untuk menunjang pencapaian visi dan misi perusahaan serta mendukung upaya pengembangan ke depan.
Pada 2004, dilakukan pemetaan di PT Jamsostek dalam rangka pembangunan dan pengembangan serta implementasi GCG. Selanjutnya pada 2005, sudah diselesaikan tindak lanjut dari 90 rekomendasi hasil pemetaan GCG. Terdapat 1 rekomendasi dalam pelaksanaan GCG di Jamsostek serta 30 rekomendasi untuk jangka menengah dan 59 rekomendasi untuk jangka pendek.
Pada tahun 2006, dilaksanakan penilaian atas penerapan prinsip-prinsip GCG oleh konsultan independen dengan skor pencapaian setara 80 persen. Pada 2007, dilakukan penyempurnaan dan legalisasi atas infrastruktur GCG. Selama periode ini, diterbitkan surat keputusan Direksi Nomor 227-231 Tahun 2007 yang mencakup pedoman pelaksanaan GCG menyangkut berbagai aspek.
Selanjutnya dilakukan sosialisasi dan penandatanganan pakta integritas yang dilakukan bersamaan dengan sosialisasi kebijakan direksi Jamsostek ke seluruh unit kerja, baik di kantor pusat maupun kantor wilayah. Penandatanganan pakta integritas diawali oleh seluruh jajaran direksi PT Jamsostek dan seterusnya oleh kepala unit kerja beserta staf, rekanan perusahaan.
Pelaksanaan assessment GCG di PT Jamsostek pada 2007 yang oleh Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) menghasilkan kesimpulan Jamsostek sebesar 85,96 persen atau memperoleh predikat "Baik". Ini sesuai dengan laporan Nomor 997 Tahun 2008.
Seterusnya dibentuk Direktorat Kepatuhan dan Manajemen Risiko di PT Jamsostek yang bertujuan untuk meningkatkan fungsi tambahan dalam pengelolaan risiko. Selain itu juga terdapat penilaian melalui indikator performa kunci (key performance indicators/ KPI) yang berbasis (balance scoreboard/ BSC) dengan penetapan peringkat terbaik pada tahun 2007.
Assessment GCG di jamsostek pada 2008 memperoleh predikat baik dengan nilai 86,15 persen, pelaksanaan GCG di Jamsostek terus disempurnakan dengan pembentukan Komite Integritas yang diketuai Direktur Utama PT Jamsostek. Selain itu juga penyusunan pedoman pengenalan dan pengembangan untuk direksi dan komisaris serta penilaian KPI berbasis BSC untuk direksi dan komisaris.
Hasil yang dicapai dari penerapan GCG di jamsostek, yakni meraih peringkat pertama pada ajang Annual Report Award (ARA) 2006 dan 2007 untuk kategori BUMN Keuangan Non-Listed. Penghargaan ini berdasarkan transparansi perusahaan.
Selain itu, sebanyak 4 direktorat dan 22 kantor cabang sudah menerima sertifikasi Sistem Manajemen Mutu ISO:9001:2000 serta penurunan temuan yang tidak jelas dari auditor independen di bidang keuangan. Dan yang paling signifikan adalah capaian peningkatan perolehan laba yang pada 2008 sebesar Rp 1,1 triliun atau meningkat dibanding 2007 yang hanya mencapai Rp 998,4 miliar.
Aktualisasi GCG Lainnya - Kampanye Pakta Integritas - Wadah laporan pelanggaran oleh insan Jamsostek - Informasi kinerja perusahaan dalam www.jamsostek.co.id - Membuat brosur, panel, dan jumpa pers untuk sosialisasi - Mengikuti Annual Report Award dan GCG Award tiap Tahun - Membangunan sistem pelaporan pelanggaran Whistle Blowing System (WBS) - Membangunan e-learning GCG - Evaluasi kebijakan direksi.

Jumat, Mei 22, 2009

63 Perusahaan Langgar UU Jamsostek

Sebanyak 63 perusahaan dinilai melanggar UU No. 3/1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja dan berkasnya sudah dilimpahkan ke pengadilan untuk selanjutnya disidangkan.

Pelanggaran tersebut, kata Direktur Operasi dan Pelayanan PT Jamsostek Ahmad Ansyori, dikarenakan perusahaan itu belum terdaftar sebagai peserta jaminan sosial tenaga kerja. "Perusahaan yang berkasnya sudah di pengadilan adalah perusahaan swasta dan juga BUMN (badan usaha milik negara)," katanya akhir pekan lalu tanpa mau menyebut nama perusahaan swasta dan BUMN yang akan disidangkan.

Ke 63 perusahaan itu berada di sejumlah provinsi seperti di Sumatra Utara, Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Batam, dan Yogyakarta. Ahmad menjelaskan secara keseluruhan perusahaan yang dinilai melanggar UU No. 3/1992 ada sebanyak 91 perusahaan, tapi 28 lainnya masih menunggu proses BAP (berita acara pemeriksaan) dari pengawas dan Kejaksaan.

Selain melanggar UU tentang Jamsostek dalam hal kepesertaan, perusahaan-perusahaan yang kasusnya dalam proses BAP itu ada yang dinilai tidak melaporkan upah sesuai dengan kenyataan atau melaporkan sebagian upah pekerja dan hanya mendaftarkan sebagian pekerjanya.

"Tahun ini kami bersama Depnakertrans benar-benar menggalakkan upaya penegakan hukum bekerja sama dengan pihak Kejaksaan," ujarnya. Pihak kejaksaan terlibat dalam penindakan setelah adanya nota kesepahaman antara Depnakertrans dan Kejaksaan Tinggi dan diharapkan adanya nota kesepahaman dengan Kejaksaan Agung.

Senin, Mei 11, 2009

Jamsostek Salah Satu yang Terbaik di Dunia

(Suara Karya, 5 Mei 2009) - PT Jamsostek (Persero) menjadi salah satu badan penyelenggara jaminan sosial terbaik di dunia. Indikasinya, kinerja keuangan PT Jamsostek dalam beberapa tahun terakhir yang tergolong sangat baik, khususnya di tengah kondisi krisis keuangan global yang hingga saat ini masih melanda.
Direktur Utama PT Jamsostek Hotbonar Sinaga mengatakan, berdasarkan hasil pertemuan International Social Security Association (ISSA), sebanyak 60 persen dari 344 anggota badan penyelenggara jaminan sosial di 147 negara mengalami kerugian akibat dampak krisis keuangan global. Namun PT Jamsostek sendiri berhasil membukukan keuntungan (laba) bersih hingga Rp 1,1 triliun pada 2008 atau meningkat dibanding 2007 yang mencapai 988,4 miliar.
"PT Jamsostek menjadi salah satu badan penyelenggara jaminan sosial terbaik di dunia, karena meski dalam kondisi krisis, (mereka) masih membukukan laba di atas Rp 1 triliun. Tahun 2008 lalu, banyak badan penyelenggara jaminan sosial di dunia yang mengalami kerugian akibat dampak krisis keuangan global,' kata Hotbonar di Jakarta, kemarin.
Menurut dia, capaian laba bersih sebesar Rp 1,1 triliun pada 2008 berada di atas target. Sebelumnya Jamsostek diperkirakan mengalami kerugian akibat dampak krisis keuangan global, karena penempatan investasi portofolio di bursa saham yang jumlahnya cukup signifikan. Apalagi akibat dampak krisis keuangan global, indeks harga saham gabungan (IHSG) anjlok, terutama turunnya nilai saham perusahaan/BUMN unggulan di Bursa Efek Indonesia (BEI).
"Pada 2008, PT Jamsostek menargetkan perolehan laba hingga di atas Rp 1 triliun. Namun karena guncangan krisis keuangan global, manajemen sempat khawatir target tidak akan tercapai. Tapi yang jelas, hasil audit mengungkapkan bahwa laba bersih 2008 mendekati Rp 1,1 triliun. Ini tergolong di luar dugaan," ujar Hotbonar.
Di sisi lain, Hotbonar mengatakan, jumlah tenaga kerja baru yang menjadi peserta Jamsostek pada 2008 meningkat, bahkan melampaui target. Jamsostek sendiri menargetkan 2,39 juta peserta baru, namun realisasinya mencapai 2,53 juta pekerja. Sementara dari target kepesertaan perusahaan sebesar 13.381 perusahaan, tercapai hingga 15.528 perusahaan.
"Jamsostek melindungi seluruh pekerja tanpa melihat statusnya apakah di pekerja formal, informal, organik, kontrak atau outsourcing. Semua pekerja berhak dan harus dilindungi oleh jaminan sosial dan ini sudah diatur dalam undang-undang. Jadi, tak ada diskriminasi dan Jamsostek siap melayani pekerja dari berbagai sektor," tuturnya. Total pekerja peserta yang aktif menjadi peserta Jamsostek mencapai 8,2 juta orang. Namun diperkirakan masih sekitar puluhan juta pekerja di sektor formal yang belum jadi peserta Jamsostek.
"Meski peserta baru meningkat, setiap tahunnya banyak juga pekerja yang berhenti menjadi peserta Jamsostek dengan berbagai alasan," ucap Hotbonar.

Selasa, Mei 05, 2009

Reposisi Gerakan Buruh

(Kompas, Senin 4 Mei 2009) Untuk merespons perubahan sistem ekonomi-politik terkini, serikat buruh perlu menata ulang berbagai aspek gerakan.
Reposisi diperlukan guna memperkuat relevansi gerakan buruh. Ada tiga alasan mengapa serikat buruh (SB) perlu mereposisi.
Pertama, perubahan politik dan demokratisasi. Setelah Indonesia meratifikasi Konvensi ILO Nomor 87 tentang Kebebasan Berserikat Tahun 1998, buruh bebas membentuk SB, bahkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000 mengizinkan hanya dengan 10 orang, SB bisa didirikan. Itu sebabnya kini ada 87 SB tingkat nasional dan ratusan di tingkat daerah. Pengalaman internasional gerakan buruh mencatat banyaknya SB cenderung mendorong fragmentasi, konflik horizontal, dan melemahkan perjuangan buruh.
Kedua, terkait dengan perubahan sistem fleksibilitas kerja baru. Liberalisasi outsourcing dan buruh kontrak sejak Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 menyulitkan pola pengorganisasian SB. Praktik outsourcing dan kerja kontrak membuat buruh menjadi moving target, selalu bergerak dari majikan yang satu ke majikan lain, dengan kondisi kerja berlainan. Situasi ini tak bisa diikuti SB dengan struktur model lama (old fashioned strucuture) yang biasanya mengikuti hierarki birokrasi pemerintah (pusat, provinsi, dan kabupaten). Model seperti ini tak cukup fleksibel dalam merespons perubahan pasar kerja.
Ketiga, kian terintegrasinya pasar global dan kuatnya peran korporasi multinasional (MNC's) membuat gerakan buruh domestik harus memiliki jaringan kerja kuat dengan gerakan buruh internasional. Jejaring dengan gerakan buruh internasional menjadi keniscayaan. Aktivis SB diharuskan memahami peta ekonomi global, perjanjian internasional, seperti dalam Global Compact, panduan OECD atas MNC's, kesepakatan internasional antara federasi SB internasional dan MNC?s (IFA), konvensi ILO, kebijakan Uni Eropa atas investasi, dan tanggung jawab sosial perusahaan (CSR).
Pasar kerja telah berubah, gerakan buruh harus lebih canggih daripada masa lalu. Gerakan buruh yang hanya mengandalkan militansi dan mobilisasi massa tidak lagi efektif. Dibutuhkan gerakan buruh yang memiliki kapasitas bernegosiasi, lobi, riset, penguasaan bahasa asing, dan menawarkan alternatif kebijakan.
Reposisi yang diperlukan
Aneka perubahan ini menuntut beberapa penyesuaian. Pertama, penyesuaian di tingkat organisasi. Struktur SB harus mengikuti kecenderungan fleksibilitas pasar kerja. Kantor SB di kawasan buruh, jam kerja disesuaikan shift kerja buruh. Struktur SB nasional harus lebih sederhana sehingga tidak membebani keuangan saat berkongres atau pertemuan nasional. Organisasi buruh perlu lebih fleksibel dan mampu secara finansial.
Kedua, penyesuaian terkait kejelasan ideologi aktivis SB. Banyak aktivis SB yang tidak jernih memosisikan dirinya sebagai pejuang buruh. Ada aktivis SB yang sering pindah dari satu SB ke SB lain sehingga memperluas fragmentasi, menjadi pengurus di partai yang tidak punya program perburuhan, pemilik usaha outsourcing, menjadi kuasa hukum buruh, tetapi mengorbankan buruh. Sementara yel-yel yang diteriakkan melakukan revolusi buruh dan perjuangan kelas.
Struktur masyarakat Indonesia berbeda dengan Eropa. Di sini tidak ada kapitalis borjuasi murni dan proletar murni. Tidak ada kelas buruh sejati karena mayoritas buruh Indonesia bekerja di sektor agrikultur, UKM, serta informal, dan majikan tidak pas dikategorikan kelas borjuasi murni sesuai dengan kategori Marx. Mengorganisasi buruh dengan tujuan akhir menumbangkan kelas kapitalis jelas salah kaprah atau ahistoris. Sejak beberapa tahun lalu, baik di ILO maupun wadah serikat buruh dunia (ITUC) mengembangkan social dialogue sebagai kunci penyelesaian perselisihan perburuhan. Perubahan yang perlu dilakukan adalah membuat sistem lebih adil. Perundingan adalah lebih produktif ketimbang konfrontasi di jalanan. Mogok dan demo tetap perlu sebagai pamungkas, tetapi tidak bisa sebagai indikator mengukur kehebatan SB. Indikator utama terpulang pada apa hasil akhir positif yang diterima buruh.
Kapasitas aktivis
Penyesuaian ketiga terkait kapasitas aktivis. Selama ini banyak aktivis buruh bergelut dalam tataran menuntut hal-hal yang normatif, misalnya yang terkait kenaikan upah, THR, dan pesangon. Aktivis belum begitu paham usulan yang bersifat makro, seperti konsep pengupahan yang lebih adil, sistem jaminan sosial, konsep peningkatan produktivitas, dan penanggulangan pengangguran.
Para aktivis buruh cenderung lebih mengedepankan sikap reaktif daripada solutif dalam merespons kebijakan baru. Gerakan buruh dan aktivis perlu lebih mengelaborasi usulan-usulan alternatif yang masuk akal sehingga memperluas dukungan dari masyarakat. Dengan demikian, gerakan buruh akan relevan bagi buruh dan masyarakat.
Rekson Silaban (Presiden Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia)

Banyak Perusahaan Mengabaikan Jamsostek

(Kompas, Kamis 30 April 2009 ) Peringatan Hari Buruh tanggal 1 Mei 2009, antara lain, akan diisi dengan aksi buruh. Salah satu isu yang akan diangkat adalah masih tingginya ketimpangan jaminan sosial tenaga kerja.
Demikian dikemukakan Sekretaris Jenderal Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Thamrin Mosi di Jakarta, Rabu (29/4). Menurut rencana, peringatan Hari Buruh akan diwarnai aksi puluhan ribu pekerja dari beragam serikat pekerja di Indonesia.
Thamrin mengatakan, penyediaan Jamsostek hingga saat ini masih jauh dari harapan. Dari 30 juta pekerja di sektor formal di Indonesia, yang terdaftar mengikuti Jamsostek baru 9 juta orang.
Kondisi itu menunjukkan masih banyak perusahaan yang mengabaikan kewajibannya mengikutsertakan karyawan di Jamsostek sesuai amanat undang-undang.
"Diperlukan sosialisasi dan tindakan tegas oleh pemerintah untuk menindak perusahaan yang mengabaikan Jamsostek," ujarnya.
Pembentukan forum tripartit nasional yang mencakup pemerintah, pengusaha, dan pekerja diharapkan menjadi momentum awal untuk merumuskan dan membangkitkan kembali perlindungan terhadap Jamsostek.
Usul hari libur
Sementara itu, sejumlah aktivis buruh mengusulkan peringatan Hari Buruh tanggal 1 Mei ditetapkan sebagai hari libur nasional.
Berkaitan dengan usulan itu, ujar Thamrin, forum tripartit akan melakukan kajian mikro dan makro, mencakup penggunaan jam kerja, produktivitas, jumlah pekerja, jumlah penduduk, dan pertumbuhan ekonomi domestik (GDP).
"Dalam kondisi krisis ekonomi global, gagasan (hari libur) itu perlu diendapkan dulu," kata Thamrin.
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno mengimbau agar peringatan Hari Buruh bisa dilakukan dengan damai dan kegiatan bakti sosial.
"Aksi memperingati Hari Buruh agar jangan anarkis. Aspirasi perlu disampaikan dengan cara yang baik dan mengede- pankan nilai-nilai sosial kemasyarakatan," kata Erman. Dia mengatakan bahwa melalui forum tripartit nasional, antara lain, akan dibahas upaya mencegah pemutusan hubungan kerja.

Kamis, April 16, 2009

10 BUMN Laba Terbesar

(BUMN Track No. 21 Th. II April 2009) - Menteri Negara BUMN Sofyan A Jalil tak dapat menyembunyikan kegembiraannya, ketika menjawab pertanyaan wartawan tentang kinerja perusahaan-perusahaan Negara tahun 2008. Menurut Sofyan, pada tahun buku 2008 secara keseluruhan BUMN menunjukkan kinerja yang cukup bagus.
Memang diakui total laba bersih yang berhasil dihimpun dibawah target yang dipatok kementerian. Total akumulasi laba bersih BUMN tahun 2008 mencapai Rp 78.684.108 triliun. Tapi itu tidak serta merta menunjukkan kinerja BUMN tidak optimal. Ada selisih kerugian kurs senilai Rp 12 triliun. "Jadi kalau tidak ada rugi kurs target laba bersih terlampaui", jelas Sofyan pada coffee morning dengan wartawan, akhir maret.
Nilai tukar rupiah terhadap dollar yang jadi patokan adalah sesuai yang ditetapkan APBN 2008, yaitu Rp 9.400 per dollar AS. Tapi kenyataannya sepanjang tahun kemarin nilai dollar terus melambung sehingga rata-rata Rp 11.000 per dollar AS. Rugi kurs ini pada gilirannya menggerus laba BUMN.
Dari 141 BUMN, 118 BUMN membukukan keuntungan. Sementara yang masih rugi ada 23 BUMN. Dari total laba bersih, hampir 80 persen atau Rp 62.235.115 disumbangkan oleh hanya 10 BUMN.
Keuntungan terbesar tetap dibukukan PT Pertamina (Persero), senilai Rp 30.195.140. Ada lonjakan lebih dari Rp 5 triliun dibanding laba bersih tahun 2007 sebesar Rp 24.459,93. Lonjakan ini antara lain dipicu oleh kenaikan harga minyak di pasaran internasional. Telkom berada di urutan kedua meskipun laba bersih dibukukan turun dibanding tahun 2007. Laba bersih Telkom Rp 10.330.000, sementara tahun 2007 mencapai 12.857,02.
Yang menunjukkan kinerja luar bisa tahun 2008 adalah sektor perbankan. Tahun 2007 BRI berada di urutan keempat, dengan total laba Rp 4.838.00 triliun. Tahun ini BRI menyodok ke urutan ketiga BUMN laba terbesar, dengan mencatat laba bersih sebesar Rp 5,958 triliun. Urutan berikutnya adalah bank mandiri, dengan laba bersih Rp 5,31 triliun, atau tumbuh 22,3 persen dibanding laba bersih tahun 2007 sebesar Rp. 4,345 triliun.
Laba bersih BNI tahun 2008 mencapai Rp 1,222 triliun, tumbuh sebesar 36 persen dibanding tahun 2007 sebesar Rp 898 miliar. Meskipun BNI kembali belum bisa masuk jajaran 10 besar BUMN. Dengan demikian untuk kedua kalinya berturut-turut BNI tidak tercatat di 10 besar BUMN penyumbang laba terbesar.
Tahun 2008 harus dicatat tahun tidak terlalu cerah bagi PT Aneka Tambang Tbk. Harga komoditi yang melorot tajam, menyebabkan keuntungan bersih perusahaan ini terkoreksi cukup tajam. Tahun 2007 Antam berada di urutan ketiga penyumbang laba terbesar, denga keuntungan bersih Rp 5,132,46 triliun. Tahun 2008 laba bersihnya merosot ke posisi Rp 1,368 triliun, sehingga hanya berada di urutan ke sembilan BUMN laba terbesar.
Berbeda dengan Antam, BUMN lain yang berurutan dengan komoditi tambang, yaitu PT Tambang Batubara Bukit Asam (PT BA) justru menunjukkan lonjakan laba yang amat signifikan. Tahun 2007 PT BA baru bisa menghasilkan laba bersih senilai Rp 726,211 miliar, tahun 2008 jumlah laba bersih meningkat 135 persen menjadi Rp 1,707 triliun. Kenaikan yang amat signifikan ini mengantar PT BA masuk ke 10 besar pada urutan ketujuh.
Masuknya PT BA kejajaran 10 besar, membuat PT Jamsostek tergeser ke luar. Tahun 2007 Jamsostek berada di urutan ke-10 dengan laba bersih Rp 998,393 miliar. Tahun 2008 laba bersihnya turun ke angka Rp 937,664 triliun yang membuat perusahaan tumpuan para pekerja ini tidak terdeteksi di 10 besar.
Tantangan 2009
Sofyan A Djalil menyebut tahun 2008 sebagai tahun yang amat dinamis, ditandai dengan berbagai persoalan eksternal yang cukup signifikan implikasinya terhadap BUMN, terutama empat bulan terakhir.
Secara kuantitatif, terjadi peningkatan yang amat signifikan jika dibandingkan kinerja 2004, atau tahun awal Kabinet Indonesia Bersatu. Total laba bersih tahun 2004 baru di angka Rp 44 triliun, tahun 2008 sudah Rp 78.6 triliun. Capex atau belanja modal 2004 baru Rp 32 triliun, opex atau belanja operasional, tahun 2004 sudah mencapai Rp 409 triliun, tahun 2008 sudah menembus Rp 836 triliun. Jumlah ini melampaui belanja pemerintah pusat tahun 2008 sebesar Rp 716 triliun.
Meneg BUMN mengingatkan, tahun 2009 akan menjadi tantangan besar karena kondisi makro ekonomi yang tidak kondusif, yang dapat mempengaruhi kinerja BUMN "Jika pertumbuhan ekonomi bisa tumbuh 4,5 persen seperti diproyeksikan, alhamdulillah sekali," kata Sofyan.
Di luar capaian positif itu, masih ada sejumlah BUMN yang merugi. Namun harus dicatat bahwa dari tahun ke tahun jumlah BUMN yang merugi terus menurun. Tahun 2006 tercatat 38 BUMN masih merugi. Tahun berikutnya jumlah BUMN rugi turun ke angka 32, dan tahun 2008 kemarin tinggal tersisa 23 BUMN.
Kementerian BUMN akan terus bekerja keras untuk mendongkrak kinerja BUMN rugi. Di sisi lain, capaian positif tahun 2008 akan terus dipertahankan dan ditingkatkan. Sofyan menyebutkan secara kualitatif kinerja BUMN juga sudah lebih baik, dan itu diakui oleh para praktisi bisnis perkebunan, misalnya, memuji PTPN yang terus menunjukkan perbaikan cukup mendasar. "BUMN di semua sektor kinerjanya secara kuantitatif dan kualitatif lebih baik. Praktis efisiensi sudah lebih baik. Saya katakan, BUMN hari ini lebih baik dari kemarin. Ini terbukti. Tanyakanlah pada praktisi bisnis," ucap Meneg BUMN tegas.

Kamis, April 02, 2009

Jamsostek Siap Cairkan Klaim Korban Situ Gintung

(Berita Kota, Selasa 31 Maret 2009) -
Guna ikut meringankan penderitaan korban tragedi Situ Gintung, Jamsostek meminta kepada perusahaan yang karyawannya menjadi korban musibah tersebut agar segera melapor. Jika sudah ada laporan resmi dari perusahaan di mana korban bekerja, maka Jamsostek akan segera mencairkan santunan Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminana Hari Tua (JHT).

"Namun sayangnya, sampai saat ini belum terdata berapa peserta Jamsostek yang menjadi korban. Karena belum ada laporan dari perusahaan, jika ada karyawan mereka menjadi korban," ujar kepala Biro Humas PT Jamsostek (Persero) Ilyas Lubis kepada Berita kota, senin (30/3).

Menurut Ilyas, berbeda dengan klaim Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) yang membutuhkan waktu agak lama, karena harus dilengkapi laporan dari kepolisian dan berbagai syarat lainnya, maka klaim Jaminan Kemataian (JK) tragedi Situ Gintung justru lebih mudah dan cepat.

Karena prosesnya sama seperti klaim jaminan kematian biasa. Dari proses klaim hingga pencairan, kemungkinan bisa dilakukan dalam satu hari. "Apalagi saat ini sudah ada program one day service (layanan satu hari)," tegasnya.

Ilyas menambahkan, untuk meringankan beban penderita korban Situ Gintung, pihaknya juga sedang melakukan koordinasi dengan kepala Biro Peningkatan Kesejahteraan (PKP) PT Jamsostek Yoto Susiswo serta beberapa pihak terkait, untuk menentukan bentuk bantuan yang akan diberikan.

Ketika dikonfirmasi Yoto mengatakan, dalam waktu dekat Jamsostek memang akan memberikan bantuan kepada korban musibah Situ Gintung. Namun bantuan itu akan diberikan dalam bentuk bahan bangunan, bukannya makanan dan obat-obatan.
Karena dari laporan Asisten Kanwil IV Jamsostek Tanggerang yang masuk ke kantor pusat, bantuan makanan dan obat-obatan sudah banyak. Karena itu bantuan disarankan diberikan dalam bentuk bahan bangunan. "Bantuan itu akan dikucurkan setelah selesai tahap pencarian korban. Yakni sekitar tujuh sampai sepuluh hari lagi," ujar Yoto.

Jumat, Maret 27, 2009

Ucapan Selamat Hari Raya Nyepi

Segenap Jajaran Management PT.Jamsostek (persero) Kantor Cabang Sukabumi dan Administrator Blog Jamsostek Sukabumi, Mengucapkan :
" Selamat Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1931 H " bagi yang merayakan.

Jamsostek Membuat Pekerja Aman dan Nyaman

(Sinar Pagi, 18 Maret 2009) - Saat ini sebagian besar pekerja di Indonesia didominasi oleh pekerja disektor informal. Sayangnya, jumlah kepesertaan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) disektor informal masih terbilang minim. Padahal untuk mendapatkan rasa tenang, aman dan nyaman dalam berusaha para pekerja disektor informal itu membutuhkan perlindungan Jamsostek.

Berdasarkan data Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), dari 97 juta pekerja di Indonesia, tercatat sekitar 63 juta orang merupakan pekerja informal. Sayangnya, jumlah pekerja informal atau tenaga kerja diluar hubungan kerja yang tercatat sebagai peserta Jamsostek selama 2008 baru mencapai 223.994 orang.

Demikian diungkapkan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Erman Suparno yang diwakili Dirjen PHI dan Jamsos Depnakertrans ketika membuka kegiatan sosial perlidungan dan jaminan sosial bagi pekerja informal pada komunitas sekolah diseluruh Indonesia di Jakarta Barat, Jumat (6/2).

Menurut Erman Suparno, untuk memberikan perlindungan jaminan sosial bagi pekerja informal. Depnakertrans dan PT Jamsostek akan senantiasa menyosialisasikan peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 24 tahun 2006 tentang penyelenggaraan Program Jaminan Sosial bagi tenaga kerja yang melakukan pekerjaan diluar hubungan kerja.

Dengan mendaftarkan diri sebagai peserta Jamsostek, maka para pekerja informal dapat menikmati perlindungan jaminan sosial yang selama ini sering kali kurang mendapat perhatian dari pekerja informal. Jamsostek yang tersedia adalah Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan Kematian, Jaminan Hari Tua dan Jaminan Pemeliharaan Kesehatan.
Disela-sela kegiatan ini, Menakertrans berkenan memberikan kartu kepesertaan Jamsostek untuk pekerja informal atau tenaga kerja diluar hubungan kerja serta memberikan penghargaan khusus kepada pengolaan kantin jujur, sehat, dan sejahtera (KAJUSERA) tingkat Nasional.

Rabu, Maret 18, 2009

Tumbang, Satu Peserta Mogok Makan di Sukabumi


SUKABUMI, KAMISSatu dari enam buruh PT Davomas Abadi Tbk yang menggelar mogok makan di depan pabrik di Kecamatan Cikembar, Kabupaten Sukabumi, Jabar, akhirnya tumbang pada Kamis (5/3).Kini tinggal lima buruh yang masih meneruskan mogok makan dan mogok bicara. Buruh yang tak bisa melanjutkan mogok makan adalah Rudi. Kondisi Rudi melemah karena sedang mengalami luka di kaki akibat jatuh sebelum aksi mogok makan.Rudi sempat dibawa ke Puskesmas Cikembar dan mendapatkan perawatan. Kondisi Rudi yang sehari-hari bekerja di bagian permesinan berangsur-angsur membaik. Lima buruh yang masih melanjutkan aksi mogok makan adalah Maman, Hendra, Yana, Dadan (divisi pabrikasi), dan Agus (divisi elektrik).Koordinator aksi, Hanang Krisdiyanto, mengatakan, para buruh masih menunggu hasil pertemuan antara perwakilan buruh dan manajemen di Kantor Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabupaten Sukabumi. "Kalau pertemuan hari ini gagal menghasilkan solusi, 50 lebih buruh lainnya menyatakan kesiapannya untuk ikut mogok makan," kata Hanang.Pertemuan di Disnakertrans Kabupaten Sukabumi yang digelar sejak pagi belum menghasilkan kesepakatan. Perwakilan manajemen, Zanibar Eddy, enggan memberikan pernyataan ketika jeda pertemuan.Aksi mogok makan buruh dipicu karena mereka dilarang masuk kerja sejak 19 Februari 2009. Pasalnya, mereka tak bersedia menandatangani surat yang berisi empat butir pernyataan yang dinilai bias dan menjebak buruh untuk dijadikan karyawan kontrak. Upaya negosiasi sejak pelarangan kerja belum membuahkan hasil. (Laporan wartawan KOMPAS Agustinus Handoko)

Rabu, Maret 04, 2009

Hindari Kerugian Pekerja Iuran Perusahaan Diterbitkan

(Suara Karya , 2 Maret 2009)
PT Jamsostek Kantor Wilayah IV (Jawa Barat dan Banten) dan kejaksaan tinggi provinsi Banten menandatangani nota kesepahaman (memorandum of understanding/MOU) tentang pelaksanaan program jaminan sosial tenaga kerja sebagaimana diatur dalam Undang-undang no 3 tahun 1992. penandatanganan dilakukan di kantor PT Jamsostek Kanwil IV Bandung, Jumat (27/2).
Hadir pada acara ini Direktur umum dan Sumber Daya Manusia (SDM) PT Jamsostek (Persero) Djoko Sungkono, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Provinsi Banten Dondi K Sudirman beserta jajarannya, Kepala Kejaksaan Negeri (Kejari) se-Provinsi Banten, Kepala PT Jamsostek (Persero) Kanwil IV Suwardi Dullah, beserta seluruh kepala kantor cabang PT Jamsostek diBanten dan Jawa Barat. Demikian terungkap dalam siaran pers Humas PT Jamsostek yang diterima di Jakarta kemarin.
Menurut Djoko Sungkono, tujuan penanda tanganan MOU ini adalah untuk menyelesaikan piutang iuran kepesertaan Jamsostek. Saat ini banyak perusahaan di Banten dan Jawa barat yang menghentikan pembayaran (menunggak) iuran kepesertaan Jamsostek. Jika dibiarkan, maka hanya akan merugikan tenaga kerja pada saatnya mengalami risiko sakit, berhenti bekerja, pensiun atau mengalami kematian.
Dalam hal ini, sebagai pengacara negara, kejaksaaan memiliki fungsi dan wewenang dalam bidang perdata dan tata usaha negara. Sebagaimana diatur dalam undang-undang no 16 tahun 2004 tentang kejaksaan, maka kejaksaan melakukan penegakan hukum, bantuan hukum, pertimbangan hukum,dan pelayanan hukum. Fungsi dan wewenang ini diharapkan dapat mendukung pelaksanaan program Jamsostek di Indonesia.
Jumlah piutang iuran perusahaan kanwil IV hingga januari 2009 mencapai 350,1 miliar. Khusus untuk seluruh kantor cabang PT Jamsostek di Provinsi Banten, yang meliputi kantor cabang Tanggerang I-V dan Serang, piutang iuran mencapai Rp 90,1 miliar. "Kami berharap MOU dapat dilaksanakan sesuai dengan peran masing-masing pihak," kata Djoko.
Dia lantas meminta agar seluruh pemimpin dan karyawan Jamsostek di Kanwil dan Kacab berperan aktif melakukan pembinaan, komunikasi dan melaksanakan petunjuk pelaksanaan yang ada agar piutang bisa terselesaikan dengan baik. "Kita berharap tidak akan ada piutang baru dari perusahaan lain. Tujuan MOU ini adalah meningkatkan kepatuhan perusahaan dan memastikan pemenuhan hak kerja," tuturnya.
Hingga Januari 2009, perusahaan yang aktif di Banten dan Jabar yang menjadi peserta aktif mencapai 15.661 perusahaan dan non aktif sebanyak 7890 perusahaan. Sementara itu, pekerja yang menjadi peserta aktif mencapai 2,1 juta orang dan non aktif 4,15 juta orang. "Sosialisasi dan komunikasi yang intensif dengan pihak perusahaan dan perwakilan pekerja akan terus ditingkatkan," ujarnya.

Selasa, Maret 03, 2009

122 BUMN/D Belum Ikut Jamsostek

Tuesday, February 24th, 2009
(Investor Daily, Senin, 23 Pebruari 2009) -

Menakertrans Erman Suparno mengirim surat kepada Menteri Negara BUMN Sofyan Djalil untuk kedua kalinya agar Sofyan menegur 122 BUMN/D yang belum mengikutsertakan pekerjanya kedalam proram Jamsostek.

"Saya sudah mengirim surat ke Menneg BUMN untuk kedua kalinya, agar menegur BUMN yang belum menjadi peserta Jamsostek," kata dia seusai membuka rapat koordinasi teknis antara Depnakertrans dengan jajaran PT Jamsostek di Jakarta seperti di kutip Antara, akhir pekan lalu.

Di sisi lain, Erman yang didampingi Dirut Jamsostek Hotbonar Sinaga meminta manajemen Jamsostek untuk lebih meningkatkan kualitas pelayanan kepada pemangku kepentingan (pekerja dan apengusaha yang menjadi peserta).

Peraturan perundangan menyatakan, menjadi peserta Jamsostek adalah hak pekerja yang harus dipenuhi oleh tiap pengusaha yang membayar total upah Rp 1 juta per bulan atau mempekerjakan 10 orang. Dengan upah minimum rata-rata nasional sebesar Rp 650 ribu per bulan, suatu perusahaan yang mempekerjakan dua orang saja sudah wajib menjadi peserta Jamsostek.

Berkaitan dengan upaya peningkatan kepesertaan program Jamsostek, Erman mengatakan, pemerintah akan mencanangkan Gerakan Nasional Kepatuhan Kepesertaan Program Jamsostek (GNK2PJ) yang akan ditindaklanjuti dengan pembentukan Tim Penegakan Hukum.

Pencanangan gerakan itu bertujuan untuk menyadarkan perusahaan dan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang belum menjadi peserta Jamsostek. Terkait hal ini, Hotbonar mengatakan, manajemen Jamsotek akan segera berkoordinasi denga Direktorat Jenderal Pembinaan dan Pengawasan Ketenagakerjaan (PPK) Depnakertrans dan memerintahkan kepala kantor Wilayah Jamasostek untuk meningkatkan kerjasama dengan dinas tenaga kerja setempat.
Dia mengungkapkan, saat ini masih banyak kasus-kasus yang merugikan pekerja, karena tidak terlindungi program Jamsostek. Kondisi itu sering terungkap ketika pekerja terkena musibah atau terkene pemutusan hubungan kerja (PHK).

Kamis, Februari 19, 2009

Masa Tunggu JHT Diperpendek, Jamsostek Siapkan Dana Rp 5 Triliun

Masa tunggu pencairan dana JHT PT Jamsostek (Persero) diperpendek dari enam bulan menjadi satu bulan. Selain itu, perusahaan juga menyiapkan anggaran Jaminan Hari Tua (JHT) hingga Rp 5 triliun pada 2009m ini, menyusul meningkatnya jumlah pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). (selengkapnya)